Potensi Nikel Sebagai Bahan Baku Baterai
Oleh: Restu Hasanah
Energi memang tidak pernah bisa lepas dari kehidupan manusia. Salah satunya ialah penggunaan baterai dalam kehidupan sehari-hari. Pernah tidak membayangkan seandainya belum ada baterai pasti sampai saat ini kalian tidak bisa menggunakan gadget atau gawai secara maksimal, mengapa bisa begitu? Iya karena mereka sudah sepaket yang tidak bisa saling terlepas. Kalau tidak percaya coba lepas baterai pada gadgetmu lalu coba nyalakan. Bagaimana keadaanya? Tidak perlu dicoba kalau kalian adalah tipe manusia yang baterai hpnya lowbat saja kalian langsung ambil charger,dan ketika belum penuh saja kalian cabut. Terlebih apabila baterai menggembung pada HP saja kalian berusaha untuk cari penggantinya. Daripada penasaran ngomong sana-sini bahas langsung saja simak selengkapnya tentang potensi nikel di Indonesia sebagai bahan baku baterai.
Nikel adalah unsur logam yang terbentuk secara alami dan memiliki ciri yang mengkilap (lustrous) serta berwarna putih keperak-perakan (silvery white). Nikel merupakan salah satu dari lima unsur logam yang paling umum dan di jumpai di bumi dan ditemui secara luas terutama di kerak bumi. Nikel juga merupakan penghantar (konduktor) listrik dan panas yang cukup baik.
Menurut data U.S Geological Survey Mineral Commodity Summaries pada Januari 2021 menyatakan bahwa cadangan nikel diperkirakan mencapai 94 juta metrik ton dan sebagian besar berasa di Indonesia (22, 4%) Australia (21, 3%) Brazil (17%) Rusia (7, 3%) Kuba (5, 9%) dan Filipina (5, 1%) sehingga tidak heran jika total luas wilayah tambang nikel di Indonesia mencapai 815.700 HA. Adapun persebaran biji nikel di Indonesia banyak ditemukan di wilayah Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Halmahera, Papua serta sedikit di Kalimantan.
Sebenarnya manfaat nikel dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali mulai dari sebagai material Pembuatan Koin, sebagai pembuatan rangka otomotif, sebagai material pembuatan kawat, sebagai bahan pelapis anti karat, dan masih banyak lagi. Namun manfaat nikel yang juga tak kalah penting dan menarik untuk dibahas adalah nikel sebagai bahan utama pembuatan baterai. Sudah tidak asing lagi kan dengan baterai,terlebih konsumsi baterai dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan sumber Macquire May 2021 kebutuhan baterai EV naik pesat dari 1.024.000 ton Ni pada periode 2020-2030 dibandingkan 160.000 ton Ni pada periode 2000-2020.
Baterai adalah alat yang menyimpan energi dan menghasilkan listrik melalui reaksi kimia. Baterai terdiri atas elektroda positif (katoda), elektroda negatif (anoda) dan elektrolit. Selama pemakaian, reaksi pada anoda menghasilkan elektron yang mengalir keluar baterai melalui sirkuit luar ke katoda, menghasilkan arus listrik. Ion bergerak diantara elektroda didalam baterai melalui pemisah yang menjaga elektron diluar. Teknologi baterai telah dikembangkan sejak awal peradaban tertua manusia (Sumeria 2500 SM) hingga kini dan akan terus berkembang seiring tuntutan zaman. Namun secara keseluruhan sejarah teknologi baterai dapat dijelaskan sebagai berikut.
Sejarah teknologi baterai dimulai sejak Pada tahun 1800, Volta menemukan bahwa dengan menggunakan fluida tertentu sebagai penghantar untuk mendorong reaksi antara logam dan elektroda, dapat dihasilkan arus listrik kontinyu. Ini menuju pada temuan sel volta pertama, yang lebih dikenal sebagai baterai. Kemudian Gaston Plante pada tahun 1859 menemukan baterai yang dapat diisi ulang hingga pada akhirnya muncullah sel PB. Pada tahun 1899 W. Jungner menemukan NiCD , dimana Nikel mengandung elektroda positif sedangkan Kadmium mengandung elektroda negatif. Kemudian berkembang NiMH oleh Battele-Geneva Research Center pada tahun 1967. Pada tahun 1980-1985 John Bannister Goodenough Rashid Yazami, Alkira Yoshino menemukan adanya Lithium-ion Battery.
Terdapat lima jenis baterai isi ulang dengan basis Lithium-ion Battery (LiB) yang kerap digunakan untuk menopang perkembangan mobil listrik dan EBT. Selain pada kedua pemakaian tersebut, baterai isi ulang saat ini memiliki pemakaian sangat luas, mulai dari perangkat komputer portabel, perangkat elektronika, drone, robot ukuran mikro, telepon cerdas (smartphone), peralatan medis hingga pemancar telekomunikasi (base transceiver station/BTS).
Dari lima jenis baterai tersebut, dua di antaranya yang paling banyak digunakan adalah jenis NCM (Nickel-Cobalt-Manganese) dan NCA (Nickel-Cobalt-Aluminium). Penamaannya didasarkan pada material inti pembentuk baterai (precursor). Kedua jenis material tersebut memiliki densitas energy sangat tinggi (5-7 kali aki timbal), cepat penuh ketika diisi ulang, tahan lama ketika digunakan dan stabil saat pemakaian sehingga bisa lebih menjamin keselamatan saat beroperasi. Berbeda dengan baterai sekali pakai, baterai yang terbuat dari nikel merupakan baterai sekunder yang bisa diisi ulang. Dua jenis baterai berbahan nikel yang populer dan paling banyak digunakan adalah Lithium-ion (Li-ion) Nickel-Cadmium (Ni-Cd) dan Nikel Metal Hidrida (NiMH). Jenis baterai berbahan dasar nikel kerap dimanfaatkan sebagai sumber energi peralatan elektronik, termasuk HP.
Dengan kata lain bahwa Nikel kadmium adalah salah satu baterai yang paling tangguh dan paling tahan lama, mampu bertahan pada suhu sangat tinggi dan baru habis untuk lebih dari 1000 siklus dengan sangat sedikit kehilangan kapasitas penyimpanan energinya. Pemakaian kadmium yang beracun menjadi penyebab jatuhnya baterai ini dimana peraturan lingkungan membatasi penjualan baterai NiCd untuk sebagian besar aplikasi. Tetapi baterai ini masih menjadi pilihan untuk pesawat terbang dan kereta api dimana mereka menyediakan daya cadangan darurat.
Selain itu, dan ini lebih penting dari aspek lingkungan dan ekonomi, adalah kedua jenis material tersebut bisa didaur ulang (recycle). Dalam baterai isi ulang, material NCM dan NCA yang ke dalamnya telah diinjeksikan unsur litium dengan porsi tertentu bertindak sebagai kutub positif (katode). Ada pun kutub negatifnya (anode) hingga saat ini yang digunakan adalah unsur karbon dari jenis grafit. Dalam operasi sebuah baterai isi ulang, unsur litium (dalam bentuk ion litium) bergerak dari kutub katode ke anode ketika diisi energi listrik (charging), dan sebaliknya bergerak dari anode ke katode sambil melepaskan energi listrik ketika sedang dipakai (discharging).
Material katode memakan porsi terbesar dalam biaya produksi sebuah baterai isi ulang yakni hingga 55%. Unsur nikel (Ni) merupakan bagian terbesar dari seluruh komponen utama pembentuk material baterai NCA dan NCM. Pada NCA, kandungan unsur nikel (Ni) adalah sekitar 48%, kobalt (Co) sekitar 9%, dan aluminium (Al) 1%. Sedangkan pada jenis NCM, kandungan unsur nikel adalah 20%, kobalt 19% dan mangan (Mn) 20%. Sehingga tidak heran jika nikel dan kobalt merupakan unsur utama dalam kedua jenis material baterai ini. Pada kedua jenis material tersebut litium berjumlah sekitar 7%. Seluruh material inti NCM dan NCA terdapat di Indonesia dengan jumlah berlimpah kecuali litium.
Demikian sekilas info tentang potensi nikel sebagai bahan baku baterai yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat
Sekian dan terimakasih
(HMTK_divisi pendidikan)
Sumber: Berbagai sumber